Bangladesh Hadapi Tantangan Hebat: Biaya Energi Tinggi dan Persaingan Sengit di Sektor Tekstil

Selasa, 18 Februari 2025 | 08:25:01 WIB
Bangladesh Hadapi Tantangan Hebat: Biaya Energi Tinggi dan Persaingan Sengit di Sektor Tekstil

Jakarta - Industri tekstil Bangladesh, yang selama ini dikenal dengan sumber daya manusia berbiaya rendah serta energi yang terjangkau, kini menghadapi tekanan dari berbagai sudut. Abdullah Al Mamun, Direktur Abed Textile, menyatakan bahwa kenaikan harga energi yang terus-menerus akan memaksa sektor ini menghadapi "perangkap kematian." Selasa, 18 Februari 2025.

Tantangan Menghadapi Kenaikan Biaya Energi

Bangladesh sangat bergantung pada bahan bakar fosil impor untuk memproduksi listrik, sebuah situasi yang diperparah oleh cadangan gas alam domestik yang menipis. Ketergantungan ini menciptakan kenaikan biaya operasional yang signifikan. Monower Hossain, Kepala Keberlanjutan Team Group, menekankan bahwa kenaikan biaya menyeluruh ini membuat industri tekstil kian sulit untuk meraih profit. "Dengan biaya yang meroket di semua lini dan persaingan global yang meningkat, meraih keuntungan menjadi sangat sulit," tegas Hossain.

Menurut laporan dari kelompok kampanye lingkungan, jika Bangladesh tidak segera beralih menggunakan energi terbarukan, kenaikan biaya impor bahan bakar akan semakin membahayakan ekonomi negara tersebut.

Persaingan Eksternal yang Meningkat

Tidak hanya menghadapi tantangan internal, pabrik tekstil Bangladesh juga mendapat serangan dari persaingan internasional, terutama dari India, yang meningkatkan ekspor benang kapasnya sebesar 40 persen sepanjang tahun lalu.

Hal ini menekan produksi lokal, menuntut langkah inovatif dari sektor tekstil Bangladesh untuk tetap bertahan dalam pasar yang kompetitif ini.

Solusi Energi Terbarukan: Jalan Keluar atau Ilusi?

Penggunaan energi terbarukan dianggap sebagai solusi potensial. Beberapa pabrik sudah mulai mengadopsi langkah ini, termasuk pemasangan panel surya. Team Group, misalnya, telah melengkapi pabrik mereka dengan panel surya di atap yang mampu memenuhi setengah kebutuhan listrik mereka. Meski begitu, Hossain mencatat, ketika cuaca tidak menentu, efisiensi panel surya menurun drastis, gagal mengimbangi kenaikan biaya energi yang ada. Bahkan jika tenaga surya mampu memenuhi semua kebutuhan listrik, pabrik-pabrik masih memerlukan bahan bakar fosil untuk operasional tambahan seperti boiler dan proses pewarnaan tekstil.

Transformasi Teknologi: Jalan Berat yang Harus Dilalui

Shafiqul Alam, Analis Energi di Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA), menekankan pentingnya inovasi teknologi. "Industri harus lebih cerdas dalam memotong biaya," ujarnya. Ia menyarankan pemanfaatan generator gas yang lebih efisien dan teknik pemanfaatan panas sisa yang dapat mengurangi konsumsi gas sebesar 25 hingga 31 persen.

Namun, solusi ini memerlukan investasi yang tidak sedikit. Hossain mengakui, "Lebih dari US$1 triliun investasi diperlukan untuk sektor mode global agar mencapai netral karbon pada 2050," mengutip studi oleh Apparel Impact Institute. Alasannya, teknologi hemat air maupun penggantian boiler berbahan bakar gas dengan listrik membutuhkan dana besar di awal.

Dukung Investasi Hijau: Peran Kolaborasi Global

Pemasok di Bangladesh berpendapat bahwa untuk mencapai investasi hijau, peran serta dukungan dari merek-merek fashion global dan lembaga keuangan sangat diperlukan. Alam dari IEEFA menambahkan, "Merek dan bank harus berkolaborasi mengemas pinjaman dengan syarat-syarat yang meringankan beban pemasok kecil untuk berinvestasi dalam teknologi matahari dan hemat energi."

Terkini

Pemain Badminton Indonesia Bersiap Tampil di Hong Kong Open

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:20 WIB

Real Madrid Siap Perkuat Pertahanan Jelang Musim Baru

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:19 WIB

Barcelona Konfirmasi Rashford Akan Bertahan Sepanjang Musim

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:18 WIB

4 Shio Besok Diprediksi Nikmati Hari dengan Energi Positif

Selasa, 09 September 2025 | 17:10:15 WIB