JAKARTA - Harga minyak dunia kembali menunjukkan tren penguatan pada pagi ini, seiring kekhawatiran pasar terhadap pengetatan pasokan minyak mentah global.
Lonjakan ini terjadi setelah laporan industri di Amerika Serikat (AS) menunjukkan penurunan persediaan minyak pekan lalu, memicu ekspektasi pasar terhadap kelangkaan sementara yang dapat menekan pasokan.
Rabu, 24 September 2025 pukul 08.00 WIB, kontrak minyak Brent untuk pengiriman November 2025 tercatat naik 27 sen menjadi US$ 67,90 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak yang sama menguat 28 sen menjadi US$ 63,69 per barel.
Kenaikan ini mengikuti tren penguatan lebih dari US$ 1 per barel pada Selasa, 23 September 2025 yang dipicu oleh kebuntuan ekspor minyak dari Kurdistan Irak.
Pasokan minyak dari wilayah Kurdi di Irak sempat terhenti karena perselisihan pembayaran antara pemerintah federal dan pemerintah daerah Kurdistan, meskipun sebelumnya ada harapan tercapainya kesepakatan.
Kesepakatan yang baru menetapkan ekspor sekitar 230.000 barel per hari melalui pipa yang sebelumnya berhenti sejak Maret 2023, namun pengiriman masih menunggu jaminan pembayaran dari kedua produsen utama.
Kondisi ini menjadi salah satu faktor yang menekan pasokan minyak global, menimbulkan sentimen positif bagi harga minyak. Investor pun merespons dengan menaikkan kontrak berjangka, mengantisipasi potensi kelangkaan di tengah permintaan energi yang stabil.
Selain isu ekspor Irak, data dari American Petroleum Institute (API) turut mendorong penguatan harga. Menurut sumber pasar yang mengutip laporan API, persediaan minyak mentah AS turun 3,82 juta barel dalam pekan yang berakhir 19 September.
Persediaan bensin juga menurun 1,05 juta barel, sementara stok distilat meningkat 518.000 barel. Penurunan stok minyak mentah dan bensin menimbulkan kekhawatiran pasar terhadap pasokan domestik AS yang lebih ketat, sehingga mendorong kenaikan harga.
Namun, analis menyoroti bahwa data resmi dari pemerintah AS yang akan dirilis pada hari ini kemungkinan menunjukkan pola berbeda. Laporan resmi diprediksi menampilkan peningkatan stok minyak mentah dan bensin, sekaligus potensi penurunan persediaan distilat. Meskipun demikian, sentimen positif akibat kekhawatiran pasokan sudah lebih dulu mendorong kontrak berjangka menguat di awal perdagangan.
Selain faktor domestik, pengetatan pasokan global juga terlihat dari operasi perusahaan minyak besar di AS. Chevron, misalnya, dilaporkan hanya mampu mengekspor sekitar setengah dari 240.000 barel minyak mentah per hari yang diproduksi bersama mitra di Venezuela. Meskipun perusahaan menerima izin baru pada Juli untuk beroperasi di negara yang masih dikenai sanksi, aturan tersebut membatasi jumlah minyak mentah berat dan berkadar sulfur tinggi yang dikirim ke AS. Hal ini semakin menegaskan kekhawatiran pasar terkait keterbatasan pasokan minyak global, yang mendukung tren kenaikan harga.
Situasi geopolitik dan regulasi juga turut memengaruhi dinamika pasar. Ketergantungan terhadap ekspor dari wilayah yang rawan konflik atau memiliki aturan khusus membuat pasar energi lebih sensitif terhadap berita terkait pasokan. Dalam konteks ini, investor dan pelaku industri cenderung merespons dengan memperhitungkan potensi penurunan stok dan gangguan distribusi, sehingga harga minyak berjangka menjadi lebih volatil.
Di sisi lain, permintaan energi tetap stabil, terutama dari sektor industri dan transportasi di AS serta Eropa. Kebutuhan energi yang terus ada dikombinasikan dengan pengetatan pasokan dari wilayah strategis seperti Irak dan Venezuela, membuat tekanan harga cenderung meningkat. Brent dan WTI menjadi acuan utama karena mencerminkan kondisi pasar global dan domestik, sehingga fluktuasi keduanya menjadi indikator penting bagi pelaku pasar.
Secara teknis, para analis melihat harga minyak WTI dan Brent tetap berada dalam tren bullish jangka pendek. Faktor-faktor yang memengaruhi termasuk ketidakpastian geopolitik, data persediaan mingguan, dan keputusan produksi oleh perusahaan minyak besar.
Di tengah kondisi ini, investor dan pedagang berfokus pada sentimen pasokan yang lebih dominan dibandingkan permintaan jangka pendek, sehingga harga berpotensi bertahan di level saat ini atau mengalami kenaikan lebih lanjut.
Dengan kombinasi faktor domestik AS dan ketegangan ekspor global, harga minyak berpotensi terus bergerak menguat hingga ada kepastian pasokan yang lebih stabil. Pasar tetap memperhatikan pergerakan stok minyak mentah, bensin, dan distilat, serta perkembangan kesepakatan ekspor di kawasan strategis. Di sisi lain, perusahaan minyak besar juga beradaptasi dengan regulasi baru, yang turut membatasi jumlah ekspor dan memengaruhi arus distribusi minyak ke pasar internasional.
Kondisi ini menjadi pengingat bagi investor dan konsumen bahwa harga minyak sangat dipengaruhi oleh kombinasi pasokan, permintaan, dan regulasi. Sementara bagi pelaku industri, situasi ini menekankan pentingnya strategi manajemen pasokan untuk menghadapi fluktuasi harga dan potensi kelangkaan sementara.