Strategi Sukses Mega Proyek Perikanan Rp72 Triliun Versi Pakar

Selasa, 30 September 2025 | 16:14:53 WIB
Strategi Sukses Mega Proyek Perikanan Rp72 Triliun Versi Pakar

JAKARTA - Alih-alih hanya menyoroti nilai investasi jumbo Rp72 triliun, perhatian para pengamat justru tertuju pada bagaimana proyek ini akan dijalankan. Pemerintah menggulirkan tiga program besar bidang perikanan—pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih, revitalisasi tambak pantura, dan modernisasi kapal nelayan—dengan target menyerap 568.000 tenaga kerja. Paket ekonomi ini ditujukan untuk memperkuat daya saing industri perikanan sekaligus menekan kesenjangan kesejahteraan nelayan di berbagai daerah.

Namun menurut Prof. Suadi, Guru Besar Universitas Gadjah Mada (UGM) bidang sosial ekonomi perikanan, keberhasilan proyek ini akan ditentukan oleh kesiapan menghadapi tantangan di lapangan, bukan hanya oleh besar kecilnya anggaran.

“Jika berjalan baik, proyek ini bisa menjadi lompatan struktural yang mengubah perikanan tradisional menjadi industri perikanan modern,” kata Suadi, Senin (29 September 2025) dikutip dari laman UGM.

Ia menilai mega proyek ini juga berpotensi memperkuat ketahanan ekonomi pesisir, memperluas lapangan kerja, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat jika dijalankan dengan tepat sasaran.

“Investasi besar ini harus menyasar kesejahteraan nelayan kecil, perempuan nelayan, dan pembudidaya skala rumah tangga, bukan hanya korporasi besar,” ucapnya.

Tantangan yang Harus Diantisipasi

Prof. Suadi mengurai beberapa langkah penting agar mega proyek perikanan Rp72 triliun ini benar-benar bermanfaat bagi masyarakat pesisir.

1. Mengatasi Kerusakan Ekosistem Pantura
Revitalisasi tambak pantai utara (pantura) harus mampu menjawab persoalan mendasar seperti kerusakan ekosistem pesisir, banjir rob, dan kepemilikan lahan. Tanpa penanganan serius, revitalisasi tambak dikhawatirkan hanya akan menambah masalah baru.

2. Menjamin Fasilitas Dasar di Kampung Nelayan
Pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih tidak cukup hanya membangun rumah atau infrastruktur fisik. Menurut Suadi, harus dipastikan ketersediaan air bersih, listrik, sanitasi, akses jalan, dan cold storage.

“Infrastruktur ini penting untuk memperkuat sistem rantai dingin yang selama ini menjadi titik lemah bisnis perikanan,” jelasnya.

3. Kepemilikan Tambak dan Kapal Berbasis Kolektif
Suadi menegaskan perlunya pola kolektif berbasis koperasi atau BUMDes agar nelayan kecil bisa mengakses kapal, tambak, dan pembiayaan usaha secara bersama-sama. Ia mengingatkan bahwa tanpa pola kolektif, proyek besar hanya akan menguntungkan pemilik modal.

Ia mencontohkan kegagalan program 1.000 kapal era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang banyak mangkrak karena biaya operasional tinggi.

4. Desain Sesuai Kebutuhan Lokal
Pendekatan proyek yang seragam (top-down) berisiko tidak sesuai dengan karakter sosial, budaya, dan geografis tiap kampung nelayan.

“Padahal setiap kampung nelayan punya karakter sosial, budaya, dan geografis yang unik,” kata Suadi.

Karena itu, desain proyek harus mempertimbangkan konteks lokal agar benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat setempat.

5. Kepastian Pasar dan Logistik Ikan
Produksi tinggi tanpa kepastian pasar justru bisa menjadi beban bagi nelayan. Akses pasar dan distribusi logistik harus dirancang sebagai bagian integral dari program.

“Akses pasar dan distribusi logistik harus menjadi bagian integral dari program,” ucapnya.

Pentingnya Transparansi dan Pengawasan

Suadi juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap dana besar Rp72 triliun. Ia mengusulkan adanya platform khusus seperti Kawal Perikanan agar masyarakat bisa ikut memantau lokasi proyek, penerima manfaat, dan progres pelaksanaan.

“Pengawasan harus kolaboratif, bukan sekadar reaktif. Keterlibatan publik, akademisi, hingga tokoh lokal akan memastikan program ini tidak menjadi ‘kotak hitam’ yang rawan penyalahgunaan,” ungkapnya.

Menurutnya, mekanisme transparan dan pelibatan publik akan mencegah penyelewengan dan memperkuat akuntabilitas pelaksanaan program.

Audit Berlapis dan Pencegahan Korupsi
Prof. Suadi juga menyarankan adanya audit berlapis yang melibatkan internal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), serta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penegakan hukum yang tegas dinilai penting untuk mencegah praktik korupsi.

Dengan sistem pengawasan yang kuat, mega proyek ini diharapkan tidak hanya menjadi pembangunan infrastruktur, tetapi juga investasi sosial yang menyasar nelayan kecil, perempuan nelayan, dan pembudidaya skala rumah tangga.

Harapan untuk Transformasi Perikanan

Jika semua langkah tersebut dijalankan, mega proyek perikanan Rp72 triliun bisa menjadi titik balik bagi sektor kelautan dan perikanan Indonesia. Program ini tidak hanya memperluas lapangan kerja, tetapi juga memperkuat ketahanan ekonomi pesisir, meningkatkan kesejahteraan nelayan, dan mengurangi kesenjangan antarwilayah.

Sebaliknya, jika tata kelola diabaikan, proyek besar ini berisiko mengulang kegagalan masa lalu. Oleh karena itu, keberhasilan program bergantung pada transparansi, partisipasi masyarakat, penguatan koperasi, serta kesesuaian kebijakan dengan kebutuhan lokal.

Dengan pendekatan yang inklusif dan akuntabel, investasi besar ini bisa menjadi tonggak penting transformasi perikanan tradisional menuju industri perikanan modern yang berkelanjutan.

Terkini