JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperluas cakupan penerima Harga Gas Bumi Tertentu (HGBT) atau gas murah 2025 dengan menambahkan tiga pembangkit listrik di Batam, Kepulauan Riau. Langkah ini dilakukan sebagai upaya pemerintah untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan gas bumi dalam penyediaan tenaga listrik bagi kepentingan umum.
Ketiga pembangkit yang baru ditambahkan adalah Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) ELB, PLTGU DEB, dan PLTGU MEB. Keputusan ini tertuang dalam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 282.K/MG.01/MEM.M/2025, yang merupakan perubahan atas Kepmen ESDM Nomor 77.K/MG.01/MEM.M/2025 mengenai pengguna gas bumi tertentu dan harga gas bumi tertentu di sektor kelistrikan.
Dalam bagian pertimbangan, disebutkan bahwa penyesuaian data pembangkit melalui regulasi terbaru ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan gas bumi bagi pembangkit yang telah memperoleh HGBT, sekaligus memperbarui data terkait kapasitas dan kebutuhan pembangkit listrik. Pembaruan ini penting untuk memastikan distribusi gas lebih tepat sasaran dan mendukung kelangsungan pasokan listrik di Batam.
Keputusan yang diteken pada 19 Agustus 2025 ini menegaskan bahwa ketiga PLTGU tersebut dikelola oleh PT Pelayanan Listrik Nasional Batam. Secara rinci, pasokan gas untuk pembangkit berasal dari Wilayah Kerja (WK) Corridor dan WK Jambi Merang melalui PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN). Dengan mekanisme ini, PT Pelayanan Listrik Nasional Batam bisa memanfaatkan gas bumi dengan harga lebih rendah dibanding harga sebelumnya.
Untuk gas dari WK Corridor, harga gas turun dari US$7 per MMBTU menjadi US$6,789 per MMBTU. Sementara gas dari WK Jambi Merang mengalami penurunan dari US$7 per MMBTU menjadi US$6,639 per MMBTU. Meski mendapat harga lebih murah, volume gas yang dialokasikan mengalami pemangkasan, yakni dari 78 BBTUD menjadi 40,69 BBTUD untuk pasokan dari WK Corridor. Penyesuaian volume ini dilakukan dengan mempertimbangkan ketersediaan pasokan gas bumi dan kecukupan penerimaan bagian negara.
Menurut Kementerian ESDM, kebijakan ini berlaku selama lima tahun dan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penetapan harga gas dan volume alokasi disusun untuk menjaga keseimbangan antara efisiensi pemanfaatan sumber daya alam, keberlanjutan pasokan energi, dan kepastian penerimaan negara.
Langkah ini juga menjadi bagian dari strategi pemerintah untuk menekan biaya produksi listrik melalui subsidi gas bagi pembangkit tertentu. Dengan harga gas yang lebih rendah, diharapkan PLTGU di Batam dapat menurunkan biaya produksi listrik, menjaga tarif listrik tetap stabil, dan mendukung penyediaan energi yang andal untuk masyarakat.
Selain itu, penambahan tiga pembangkit penerima HGBT ini sejalan dengan upaya pemutakhiran data pembangkit tenaga listrik di Indonesia. Dengan informasi yang lebih akurat, pemerintah dapat merencanakan distribusi gas bumi secara optimal dan memastikan pasokan listrik di Batam tidak terganggu.
Secara operasional, PT Pelayanan Listrik Nasional Batam kini memiliki fleksibilitas lebih besar dalam memanfaatkan gas bumi dari dua WK yang berbeda. Integrasi antara pasokan dari WK Corridor dan WK Jambi Merang memungkinkan perusahaan mengatur alokasi gas sesuai kebutuhan masing-masing PLTGU, sehingga mendukung efisiensi produksi listrik.
Keputusan ini juga menjadi sinyal positif bagi pengembangan infrastruktur energi di Batam. Penetapan HGBT bagi pembangkit tertentu memastikan proyek kelistrikan tetap berkelanjutan, sekaligus mendorong investasi di sektor energi yang menggunakan gas bumi sebagai sumber utama.
Secara keseluruhan, penambahan tiga pembangkit penerima gas murah oleh Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan komitmen pemerintah dalam mengelola sumber daya energi secara efisien, menjaga stabilitas pasokan listrik, dan memberikan kepastian harga gas untuk pembangkit strategis. Dengan kebijakan ini, Batam diharapkan bisa menjadi contoh optimalisasi energi berbasis gas bumi untuk mendukung pembangunan ekonomi regional dan nasional.