JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan pembangunan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) berskala besar dengan target nasional mencapai 80-100 gigawatt (GW). Program ini diarahkan hingga ke tingkat desa, dengan rencana setiap desa memiliki PLTS berkapasitas 1-1,5 megawatt (MW).
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyebut program ini sebagai arahan Presiden Prabowo Subianto untuk mempercepat transisi energi dan meningkatkan kemandirian energi di desa. "Iya seluruh Indonesia, itu program Bapak Presiden yang satu desa 1 sampai 1,5 MW solar panel," ujarnya.
Tahap Perencanaan dan Kelayakan
Pembangunan PLTS masih dalam kajian kelayakan untuk memastikan proyek ekonomis. Pemerintah akan menetapkan jadwal pelaksanaan setelah desain dan perhitungan keekonomian rampung.
"Sekarang kita cek dulu, apakah ekonomis atau tidak. Setelah itu baru kita dorong," kata Bahlil. Proses ini penting agar investasi tidak membebani konsumen atau pemerintah melalui subsidi.
Tantangan Investasi dan Biaya Modal
Percepatan pengembangan energi bersih menghadapi tantangan utama berupa biaya investasi (capex) tinggi. Bahlil menekankan, jika dipaksakan terlalu cepat, biaya bisa jatuh pada tarif listrik konsumen atau subsidi pemerintah.
"Karena capex-nya mahal, terjadi perdebatan. Di satu sisi kita ingin energi bersih, tapi di sisi lain membutuhkan modal yang tidak sedikit dan teknologi yang mahal," ujarnya.
Energi Geothermal untuk Industri Hilirisasi
Selain tenaga surya, pemerintah juga mendorong pemanfaatan energi panas bumi (geothermal) untuk rumah tangga dan industri hilirisasi. Kebijakan ini diharapkan mendukung produk hilirisasi Indonesia agar memenuhi standar energi hijau di pasar global.
"Energi geothermal tidak hanya untuk konsumsi rumah tangga, tapi juga akan menjadi konsumsi industri hilirisasi sehingga size market-nya lebih besar," jelas Bahlil.
Dorongan Menuju Desa Mandiri Energ
Dengan strategi satu desa satu PLTS, pemerintah menargetkan pemerataan akses listrik bersih. Langkah ini tidak hanya menurunkan ketergantungan energi fosil, tapi juga meningkatkan ekonomi lokal melalui pengembangan energi terbarukan.
Pemanfaatan energi surya dan geothermal di desa-desa diharapkan menjadi model nasional yang dapat direplikasi. Pendekatan ini juga memperkuat posisi Indonesia sebagai negara yang berkomitmen pada energi hijau dan transisi energi yang berkelanjutan.
Mendorong Kemandirian Energi Lokal
Setiap desa yang memiliki PLTS sendiri akan memperoleh keuntungan ganda: pasokan listrik stabil dan peluang pengembangan ekonomi lokal. Dengan kapasitas 1-1,5 MW per desa, potensi energi bersih ini dapat menopang kebutuhan rumah tangga sekaligus industri skala kecil.
Strategi ini juga mendukung integrasi energi terbarukan dalam industri hilirisasi, sehingga produk Indonesia siap bersaing di pasar global yang menuntut penggunaan energi hijau.
Langkah Selanjutnya dan Implementasi
Setelah tahap kajian kelayakan, pemerintah akan menentukan jadwal konstruksi dan implementasi. Perhitungan ekonomi proyek menjadi faktor utama agar energi bersih dapat dijalankan tanpa membebani anggaran pemerintah.
Pemerintah memastikan, percepatan pembangunan PLTS dan geothermal dilakukan secara bertahap dan terukur. Hal ini untuk menjaga keseimbangan antara transisi energi bersih dan kemampuan finansial masyarakat serta negara.
Manfaat Jangka Panjang Program Energi Desa
Program satu desa satu PLTS dan pengembangan geothermal diproyeksikan meningkatkan akses energi bersih secara merata. Selain itu, desa-desa akan lebih mandiri secara energi, mendukung pertumbuhan ekonomi lokal, dan mendorong pengurangan emisi karbon nasional.
Dengan pemanfaatan teknologi terbarukan ini, Indonesia diharapkan menjadi contoh negara yang mampu mengintegrasikan energi bersih dengan pengembangan ekonomi lokal dan industri hilirisasi.
Program ini menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat transisi energi. Desa-desa sebagai unit terkecil pembangunan energi bersih akan menjadi tonggak kemandirian energi nasional.
Langkah strategis seperti ini memastikan bahwa energi terbarukan tidak hanya menjadi konsep, tetapi juga nyata dirasakan masyarakat, sekaligus memperkuat posisi Indonesia dalam pasar global yang menekankan keberlanjutan.