JAKARTA - Konektivitas modal lintas kawasan kembali menemukan momentum baru. Peresmian Sriwijaya Capital oleh pengusaha nasional Arsjad Rasjid menandai lahirnya sebuah pemain baru di industri ekuitas swasta (private equity) yang tidak hanya menatap Indonesia, tetapi juga Asia Tenggara sebagai panggung utama.
Lebih dari itu, sejak awal Sriwijaya Capital langsung membangun jejaring internasional dengan Danantara Indonesia serta menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) dengan BlueFive Capital, salah satu private equity raksasa asal Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
Langkah cepat ini mencerminkan arah baru: Indonesia tidak lagi hanya menjadi pasar besar, tetapi juga pusat koneksi investasi yang mempertemukan modal dari kawasan Teluk dengan peluang pertumbuhan di Asia Tenggara.
Arsjad: Warisan Sriwijaya untuk Visi Investasi Global
Dalam keterangannya, Arsjad menjelaskan filosofi di balik nama Sriwijaya Capital. “Alhamdulillah, hari ini Sriwijaya Capital resmi diluncurkan.
Nama ini terinspirasi dari Sumatera Selatan, tanah kelahiran ayah saya sekaligus pusat kejayaan Kerajaan Sriwijaya. Dari warisan maritim itu, kami belajar arti koneksi dan visi lintas generasi,” ungkapnya lewat akun Instagram @arsjadrasjid.
Ia menegaskan, Sriwijaya Capital hadir untuk mendukung gagasan Indonesia Incorporated yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto. Konsep ini menekankan kolaborasi erat antara pemerintah, dunia usaha, dan lembaga keuangan untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional.
“Awal Oktober ini, kami langsung berkolaborasi dengan Danantara Indonesia serta menggandeng BlueFive Capital untuk membuka koridor investasi baru ke ASEAN, khususnya Indonesia.
Langkah ini menjadi bukti kerja bersama sekaligus menegaskan bahwa Indonesia tetap menjadi magnet bagi investor dunia,” lanjut Arsjad.
Misi South-to-South: Menyatukan Modal Teluk dan ASEAN
Kerja sama Sriwijaya Capital dengan BlueFive Capital bukan sekadar kemitraan formal, melainkan bagian dari misi membangun koridor investasi South-to-South.
Fokusnya adalah menghubungkan dana kekayaan negara (sovereign wealth funds), investor institusional, hingga family offices dari kawasan Teluk dengan peluang pertumbuhan pesat di Asia Tenggara.
Keunggulan masing-masing pihak menjadi kunci. Sriwijaya Capital membawa jejaring luas dengan korporasi, bisnis keluarga, bank swasta, dan investor regional.
Sementara itu, BlueFive menawarkan akses modal jangka panjang dari Teluk serta koneksi strategis dengan perusahaan dan institusi milik negara China.
Pendiri sekaligus Chief Executive BlueFive Capital, Hazem Ben-Gacem, menilai kemitraan ini akan memperkuat keterhubungan modal antar kawasan. “MoU ini mencerminkan komitmen bersama kedua perusahaan untuk membangun keterhubungan investasi lintas negara yang lebih kuat.
Bersama-sama, BlueFive dan Sriwijaya akan menghubungkan modal dan peluang antara Teluk dan Asia Tenggara, dengan fokus pada sektor-sektor berpertumbuhan tinggi yang krusial bagi masa depan,” ujarnya.
Peluang Investasi di Tengah Perubahan Global
CEO Sriwijaya Capital, Hartanto Tjitra, menekankan bahwa aliansi ini membuka jalur konektivitas ekonomi baru.
“Kemitraan ini menghubungkan kawasan Teluk dengan peluang ASEAN, memungkinkan kami untuk bekerja bersama para investor, mengembangkan perusahaan, dan mendorong pertumbuhan di kedua wilayah,” katanya.
Pada tahap awal, aliansi akan fokus di Asia Tenggara dan Timur Tengah, lalu secara bertahap merambah Asia Selatan hingga pasar negara berkembang lainnya.
Sektor yang diprioritaskan mencakup energi terbarukan dan infrastruktur, ekonomi digital dan fintech, serta kesehatan dan ilmu hayati. Indonesia diposisikan sebagai jangkar utama sekaligus basis ekspansi regional.
Sriwijaya Capital sendiri telah menutup tahap pertama dana perdana mereka dengan fokus pada perusahaan tahap pertumbuhan di sektor kesehatan, transisi energi, barang & jasa konsumsi, serta layanan bisnis dan industri.
Danantara Indonesia: Memperkuat Arah Investasi Hijau
Kemitraan Sriwijaya Capital juga melibatkan Danantara Indonesia, yang sebelumnya menorehkan kesepakatan besar dengan ACWA Power dari Arab Saudi. Pada Juli 2025, Danantara menandatangani MoU senilai US$10 miliar atau sekitar Rp163,7 triliun.
CEO Danantara Indonesia, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa pembahasan difokuskan pada investasi strategis di sektor energi terbarukan dan infrastruktur pendukung, termasuk penghiliran yang selaras dengan ekonomi hijau.
“Indonesia bersama salah satu perusahaan energi terkemuka dunia, ACWA Power, menindaklanjuti MoU senilai US$10 miliar atau sekitar Rp163,7 triliun yang telah kami tandatangani di Arab Saudi awal Juli lalu,” kata Rosan melalui Instagram @rosanroeslani, Rabu.
Pertemuan lanjutan tersebut turut dihadiri Founder & Chairman ACWA Power Mohammad Abunayyan, CEO Marco Arcelli, serta VP Business Development South & Southeast Asia (SSEA) Salman Baray.
“Kementerian Investasi dan Danantara siap mengawal setiap langkah investasi ini agar memberikan manfaat maksimal bagi pembangunan dan masa depan energi hijau nasional,” pungkas Rosan.
Indonesia di Pusat Arus Modal Global
Peresmian Sriwijaya Capital dengan mitra-mitra strategisnya menunjukkan bagaimana Indonesia semakin meneguhkan posisi sebagai hub investasi global.
Di satu sisi, negara ini menawarkan pasar besar dan kebutuhan pembangunan yang masif. Di sisi lain, koneksi ke Teluk membuka akses modal dengan kapasitas jangka panjang.
Aliansi ini sekaligus memperlihatkan bagaimana sektor swasta Indonesia mulai memainkan peran lebih besar dalam diplomasi ekonomi.
Dengan fokus pada sektor masa depan—energi bersih, teknologi digital, hingga kesehatan—Sriwijaya Capital berpotensi menjadi katalisator transformasi ekonomi lintas kawasan.
Kesimpulan
Lahirnya Sriwijaya Capital bukan hanya soal berdirinya sebuah private equity baru, melainkan simbol keterhubungan ekonomi yang lebih erat antara Asia Tenggara dan kawasan Teluk.
Dengan dukungan jejaring global BlueFive Capital, sinergi Danantara Indonesia, serta filosofi “Indonesia Incorporated” yang menekankan kerja kolektif, peluang pertumbuhan ekonomi Indonesia semakin terbuka luas.
Apabila aliansi ini mampu dieksekusi dengan baik, maka Indonesia tidak hanya akan menjadi magnet investasi, tetapi juga pusat gravitasi baru bagi arus modal dunia.